Jumat, 01 Oktober 2010

Cerpen

Persahabatanku Hancur Cuma Karena Cowok

22 Maret 2009 20.413 views 46 Comments
ilustrasi-cewekSekarang aku sudah di SMK dan akupun mempunyai teman baru. Tapi semua teman aku tidak   satupun yang bisa jadi teman dekatku. Sesudah tiga bulan, aku di sekolah itu akhirnya akupun memiliki teman yang aku percaya  dan aku anggap dia sebagai teman curhat. Dan aku pun percaya sama dia.
Sebelumnya kami sama-sama tidak punya cowok alias kami jomblo.
Persahabatan aku sama dia (teman dekat aku namanya Yana) sangat akrab. Dia sering curhat tentang keluarganya ama aku. Begitu juga dengan aku. Kami sama-sama mengetahui tentang keluarga kami berdua. Aku dan Yana pun berjanji tidak akan pernah membocorkan rahasia kami berdua. Karena kami sudah berjanji. Apabila kami berantam, kami tetap tidak akan membongkar rahasianya.
Setelah tiga  bulan kami jalani persahabatan kami, aku dan Yana mulai dekat ama cowok yang kami suka. Aku punya teman cowok dia punya teman cowok juga. Kami sama-sama dekat ama cowok. Tapi aku tidak pengen mau pacaran, aku ngerasa aku tuh masih kecil. Tapi teman aku ini mulai dekat ama seseorang, dia pun cerita samaku tentang cowok. Dia bilang “Aku punya teman, dia orangnya putih, ganteng, trus motornya mio” Yana cerita kayak gitu ama aku. Aku pun ngerasa gimana ya nanti sesudah punya cowok. Apakah aku ama Yana pisah alias berantam?
Tapi setelah aku pikir kayak gitu, aku pun tidak mau dekat ama cowok. Biarlah aku dekat ama teman aku sendiri. Walaupun Yana udah punya cowok, yang penting persabatan aku ama Yana tidak hancur. Karena aku ngerasa Yana tu paling baik dan ngertiin aku, waktu aku sedih dia selalu ada maupun senang, begitu juga dengan Yana.
Tapi waktu Yana punya cowok, semua orang benci ama dia. Soalnya yana tu ngambil cowok orang, Kata orang-orang. Tapi aku tidak tau benar, soalnya semenjak Yana dekat ama cowoknya tu baek yang jelas cowoknya tu dibanggakan trus. Tapi pada suatu hari, rupanya cowok Yana tu orangnya matre suka mlorotin orang. Mulai dari situ persahabatan aku ama Yana mulai renggang, alias berantakan. Aku ama dia sering berantam. Tapi walaupun Yana punya cowok. Aku tetap berada disampingnya. Aku selalu ngerasa apa yang dirasakan Yana. Yana senang, akupun ikut senang.
Lama-kelamaan dia pacaran akhirnya dia putus juga. Dan persahabatan kami makin dekat. Kata Yana “Aku nyesal punya cowok, cowok itu biadap, pengecut, nggak ngerti perasaan cewek. Itulah terucap dari mulut Yana sendiri (teman dekat aku sendiri), tapi aku hanya bisa bilang sabar aja. Karena aku tak bisa ngelakukan apa-apa. Tapi di dalam permusuhan itu aku dan yana akhirnya tambah dekat. Aku sangat senang dapat teman seperti Yana. Walaupun Yana sedikit cerewet dan menyebalkan, tapi aku senang.
Hari demi hari berlanjut. Akhirnya kami sudah sampai kesemester 2 kelas satu. Kami sangat senang bisa ujian dan lumayan nilai kami bagus. Tapi didalam semester ini banyak cobaan yang kami hadapi. Akupun sudah punya cowok, begitu juga dengan dia. Tapi kami selalu cerita tentang semua yang kami jalani. Tapi aku ama yana tidak terlalu dekat lagi. Karena kami punya masalah sendiri.
Sebenarnya aku senang punya cowok. Tapi kadang buat kita sakit hati. Akupun pacaran bukan karena suka sama cowok ini. Tapi karena aku cumin pengen coba-coba. Karena dialah pacar pertama aku. Lama sudah pacaran sama dia, akupun merasa tidak ada guna aku pacaran, malah merugikan diri aku sendiri. Akhirnya akupun mutusin dia melalui hp. Tapi katanya dia tak terima aku putusin. Akupun tambah pusing. Aku cerita sama teman aku dikelas malah semua orang tu nyalahin aku. Aku tambah sedih tapi Yana selalu ada di samping aku, yang selalu mendukung aku. Akupun merasa senang sekali karena Yana masih mau belain aku walaupun aku salah.
Tapi aku merasa tidak senang kalau yang di samping aku. Karena Yana sudah terlalu baik. Dia selalu membantu aku kalau aku susah. Padahal aku tak pernah baik sama dia. Aku ngerasa selalu jahat sama dia. Tapi persahabatan aku sama Yana makin dekat lagi. Aku sama Yana kadang berteman, berantem menjauh juga pernah. Kami lucu ya……..ha…..ha……..
Sebentar lagi kami mau ujian, kami harus belajar serius, soalnya ini ujian kenaikan kelas. Tapi aku sama Yana tak pernah belajar dengan serius. Kami sering nyontek ama teman. Yang jelas kami berdua dibilang mada. Guru-guru juga udah tau kalau kami berdua tu bandel, bukan hanya guru aja yang tau kebandelan kami, tapi malah semua teman sekelas kami banyak yang benci sama kami berdua. “Katanya kami orangnya cerewet trus sok bagak” mungkin orang tu ngomong kayak gitu. Tapi kami berdua nggak merasa bandel.
Akhirnya kami semua satu sekolah sudah selesai ujian. Kata guru kami ngambil rapor. Sesudah selesai seminggu ujian kami akan mengambil rapor. Kami pun merasa gimana gitu. Kami sekelas ketakutan “takut tinggal kelas. He…..he……he…… akhirnya kami ngumpul di kelas. Dan menyebutkan siapa-siapa yang dapat juara. Aku ama Yana senang bila dapat ranking. Tapi aku merasa tak pantas dapat rangking. Karena kamikan mada/bandel. Tapi kami senang, akhirnya kami naik kelas…………….
Sekarang kami sudah duduk di kelas 2. kebahagiaan yang ada waktu kelas satu. Sudah tidak ada lagi. Semuanya sudah hancur. Semenjak Yana pacaran sama anak kelas satu, semua teman-teman aku nuduh aku ngambil cowoknya pa sih……benar “aku dekat sama pacar Yana yang kelas satu tu. Tapi  cuma sebagai teman itu aja kok. Nggak lebih. Tapi malah orang tu nuduh aku yang aneh-aneh. Padahal cowok Yana ni yang kelas satu tu cuma mau hanya Yana, ama aku. Dia bilang Yana tu suka apa” trus aku bilang Tanya sendiri aja ama dia. Tapi dia tak mau nanya ama Yana. Mungkin Yana nggak tau Dede sering ke rumah aku cuma mau nanyain Yana. Sangking Dede sayang ama Yana, dia ngelakukan apa aja. Bahkan dimata guru Dede ni orangnya bandel (cowok Yana, Dede). Biarlah Dede bandel yang penting Yana sayang ama Dede” katanya. “Bahkan Dede pernah diskor hanya karena Yana. Tapi Yana nggak tau berapa besar pengorbanan Dede untuk dia. Sampai-sampai dia nuduh aku selingkuh ama Dede, Temannya sendiri. Aku ngerasa nggak ada yang percaya ama aku. Yana ulang tahun bulan Agustus. Aku sama Dede pun mau rencanain beli kue untuk Yana. Dede pun datang ke rumah aku. Dia bilang, ‘’Ka’bantu Dede buat surprise untuk Yana,’’ Kata Dede sama aku. Baru Dede ngomong kayak gitu, tiba-tiba teman aku juga datang, aku pun bingung mau ngomong sama siapa, aku ajak bicara ja kami bertiga. Kami bercanda-canda, ketawa-ketawa. Akhirnya Dede ama aku nggak jadi buat rencana tuk ultah Yana.
Besoknya, dia pun ngomong di skul, pas di dalam kelas trus Yana ada disamping aku. Dia pun cerita waktu dia ke rumah aku terus dia juga bilang “Dede juga datang kerumah. Yana pun tambah curiga. Yana marah-marah  amaku  dibilang “Ria, ngapa nggak cerita amaku Dede datang ke rumah Ria. Aku cuma bilang, Dede ngajak aku ke rumah Yana, tapi aku tak bisa. Cuman itu alasan aku ama Yana. Yana pun nggak percaya amaku.
Ultah Yana tinggal tiga hari lagi. Tapi rencananya belum dibuat ama Dede. Jadi aku ngerasa, “Kayaknya Dede ne tak jadi beli kuenya, soalnya Dede nggak ada ngomong amaku. Rupanya Dede sama Yana lagi berantam, tanpa sepengetahuan aku. Walaupun orang tu berantem, aku tetap mau buat  kejutan buat Yana. Dengan duit yang aku sisihkan, aku tetap mau beli kue untuk Yana. Pas dua hari lagi, hari ultah Yana aku udah siap-siap mau beli kuenya. Tapi waktu di skul Yana marah-marah ama aku. Dia bilang, “Ini semua gara-gara Ria. Aku berantam ama Dede”. Jadi akupun ngomong, kok aku yang disalahin, aku kan tak ada pacaran ama dia. Aku cuman bisa bilang gitu, dan hanya terdiam.
Aku jadinya putus asa buat rencana untuk ultah Yana ini. Aku malas, aku benci ama dia, jadinya aku ngerasa bersalah. Aku nyesal dekat ama Dede. Tapi semuanya udah berlalu. Aku cuman bisa diam dan tak mau beli kue untuk Yana lagi. Karena aku sakit hati. Pada malam harinya akupun belajar di meja kamarku, aku belajar sambil melihat kalender yang aku tandai (pas besok tanggal 25 hari senin ultah Yana) setelah ku pikir-pikir “aku beli kuenya tau nggak” tapi aku masih sakit hati ama dia aku nggak terima dia nuduh aku kayak gitu. Dia nuduh sama temannya sendiri ngerebut cowoknya. Sudah satu tahun aku berteman ama dia. Dia udah kenal samaku begitu juga aku udah kenal ama dia. Akhirnya aku nggak jadi beli kuenya.
Besok harinya :
Tanggal 25 Agustus Yana Ultah.
Akupun nggak ada ngucapin apa-apa ama dia. Pas kami semua uda di kelas, akupun duduk disampingnya. Tapi aku diam aja. Tak ada ngomong apa-apa. Tapi semua teman sekelas aku udah ngucapin met ultah ma dia. Setelah kupikir-pikir kita tu harus saling memaafkan akhirnya aku minta maaf ama dia dan ngucapin met ultah tanpa ngasih apa-apa.
Pas kami keluar main dia pun curhat ama aku. Dia bilang samaku, “Aku sama Dede sudah putus”. Aku hanya terdiam. Aku tak mau ikut campur lagi urusan mereka berdua. Tapi walaupun mereka berantam, akan tetap berteman sama Dede. Begitu juga dengan Yana tapi tidak terlalu dekat.
Sesudah Yana putus ama Dede. Tak henti-hentinya masalah datang menimpa aku. Aku pun masalah sama cowok aku. Aku mutusin dia karena aku ngerasa aku tak ada teman. Tapi dia tak mau putus samaku. Tapi aku tetap mau sendiri tanpa dekat ama cowok. Tapi semua orang benci samaku termasuk teman-teman aku, tetanggaku yang jelas semua teman-teman aku. Aku cuman pengen bisa dekat lagi sama Yana (yaitu teman dekat aku sendiri yang nuduh aku pacaran ama cowoknya).
Aku hanya bisa berdoa semoga Tuhan membuka pintu hati Yana, begitu juga dengan aku agar aku sama dia bisa berteman kembali agar persahabatan kami lebih dekat lagi. Aku juga minta doa yang telah membaca cerita ini. Dan aku mengucapkan terima kasih banyak bagi yang membaca kisah hidup persahabatan aku. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih banyak.
Saya berterima kasih kepada kru yang bertugas dan membuat iklannya. Sehingga saya yang bernama Ria bisa membagi cerita ini kepada siapapun yang membacanya. Saya pun berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan kecerdasan kepadaku.
Sayapun meminta kepada orang yang membaca agar memberi komentar kepada saya, gimana cara aku sama sahabat aku sendiri, bisa dekat lagi. Serta kami bisa ngumpul lagi. Dan apabila ada yang mau berkomentar, SMS aja yang ke nomor ini 0852 6553 3356. Terima kasih.***

Sabtu, 31 Juli 2010

sundari

Bunga yang Berembun : Cerpen Sedih

24 Januari 2010 10.105 views 15 Comments
cerpen-tentang-kesedihan-sedihGadis itu melangkah dengan langkah memburu. Wahanya tampak pucat. Kantung matanya terlihat cekung dengan rambut yang dibiarkan kering dan tegerai kusut. Dia terus melangkah menyusuri koridor kampus dengan membawa beberapa buku tebal di tangan. Dia tak menoleh, hanya menunduk berusaha menyembunyikan raut wajahnya yang kian memucat. Seperti biasa, saat di dalam kelas, dia selalu memilih tempat duduk di pojok.
“Bunga, wajahmu pucat sekali?” Sinta, sahabat barunya itu menoleh ke belakang. Baru dua minggu mereka saling kenal. Tapi Sinta seperti telah mengenal dekat sahabat barunya itu. Dia bahkan begitu peduli terhadap Bunga.
“Aku sudah biasa seperti ini.” Bunga berkata pelan sambil menundukkan wajahnya yang mengucurkan keringat.
“Tapi wajahmu hari ini pucat sekali,” Sinta melangkah ke belakang lalu duduk di sebelah Bunga. “Ayah dan ibumu bertengkar lagi ya?” tebak Sinta.
“Aku tak tahu. Mereka tidak ada di rumah…” Bunga menyahut dengan suara serak.
“Adik-adikmu bagimana?”
“Adik-adikku baik-baik saja.”
Sinta memerhatikan sekali lagi wajah sahabat barunya itu. Wajah Bunga tampak semakin pucat. “Kalau kau punya masalah, kau jangan malu cerita padaku. Siapa tahu aku bisa membantumu…”
“Jangan terlalu peduli padaku.”
“Jangan memaksakan diri jika kau tak mampu. Kau pasti memerlukan bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalahmu.”
“Sudah kukatakan jangan pedulikan aku!” Bunga menunjukkan sikap tidak sukanya.
“Aku merasa berdosa jika membiarkan seseorang yang tertimpa masalah menjadi tersiksa lantaran tak ada yang peduli. Apalagi kau, seorang sahabat yang pertama kali aku kenal di kampus ini…”
“Kau kira aku wanita lemah?!” Bunga berdiri dari duduknya lalu melangkah meninggalkan Sinta menuju pintu kelas.
“Bunga, kau mau bolos kuliah lagi?” teriak Sinta.
Bunga hanya diam. Sinta mengejarnya.
“Bila kau bolos lagi hari ini kau bisa dikeluarkan dari kelas ini!”
Bunga menoleh, menatap wajah Sinta dengan pandangan menusuk. “Kukira nasibku bukan ditentukan oleh mata kuliah hari ini. Hanya aku dan Tuhan saja yang bisa mengatur hidupku…!”
“Suatu saat nanti kau pasti menyesal.”
“Aku lebih menyesal lagi jika ke kampus tapi tidak mendapatkan apa-apa!”
“Kau menyindir aku?”
“Aku mengatakan ini pada diriku sendiri!” Tanpa rasa ragu sedikit pun Bunga melangkah ke luar kelas. Tak dipedulikannya lagi saat Pak Robert, dosen yang akan memberikan mata kuliah Ekologi Pemerintahan itu melongo di muka pintu, memerhatikan kepergiannya.
***
Bunga telah terkantuk-kantuk menonton televisi bersama kedua adiknya saat ibu pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. “Hei, kalian belum tidur…? Hhhh… sudah jam berapa ini heh…?” ibu melangkah sempoyongan. Tubunya lemah sekali.
“Kami mengkhawatirkan ibu… ibu akhir-akhir ini jarang pulang ke rumah…” Bunga memapah ibu duduk di sofa. Tubuh ibu yang berbau alkohol tercium begitu menyengat, menyumbat hidung. Membuat kedua adik Bunga takut lalu menggeser posisi duduk mereka ke sofa ujung.
“Kalian tak usah terlalu mengkawatirkan Ibu… hhhh… Ibu baik-baik saja. Ibu berbuat begini juga demi kalian. Dengan cara beginilah Ibu bisa mendapatkan uang…”
Keheningan menyergap sesaat. Udara malam terasa kian membeku.
“Apa Ibu tahu kalau ayah menikah lagi?” tanya Bunga dengan suara bergetar.
“Biarkan saja. Jangan urusi ayahmu lagi…!”
“Seharusnya ayah bertanggung jawab atas hidup kita…!” Bunga berkata dengan amarah yang menggebu.
“Ibu yang menyuruhnya menikah lagi!”
Hampir saja Bunga tersedak. Bunga membelalak tak percaya. Ibu?? Oh…
***
Raut wajah Bunga kian memucat. Hari ke hari dilaluinya dengan banyak menyendiri. Seperti saat ini, duduk termenung di tepi sungai dengan tatapan nanar penuh dengan kepedihan. Tiba-tiba seseorang datang mengahampirinya, menawarinya segelas teh botol dingin. Ternyata Sinta, sahabat barunya.
Bunga menoleh sesaat menatap wajah Sinta. Wajah itu tampak berseri. Terlihat sangat bahagia. Tidak seperti dirinya, yang selalu murung dengan mata lembab oleh air mata.
“Laki-laki itu sungguh ramah dan baik hati…” Sinta berkata tanpa diminta. Mungkin ia ingin membagi kebahagiaannya pada Bunga. Namun Bunga diam saja.. Tak ada senyum yang merekah di bibirnya.
“Coba kau lihat kalung ini,” Sinta memerlihatkan kalung yang melingkar di lehernya. “Bagaimana menurutmu?” tanya Sinta.
“Kalung itu kalung mahal. Pas sekali di lehermu yang jenjang. Kau tampak semakin cantik,” ucap Bunga mulai bersuara.
“Bukan hanya kalung, laki-laki itu juga memberiku anting-anting dan beberapa gaun mahal.”
“Dia pacar barumu ya?” tanya Bunga.
“Bukan…”
“Lalu?”
“Dia… dia… ah, coba kau lihat ini!” Sinta mengambil sehelai foto pernikahan dari dalam dompetnya lalu memerlihatkannya kepada Bunga. “Pasangan yang serasi bukan?”
Bunga tak menyahut. Ada pisau yang menusuk di ulu hatinya yang membuat kedua matanya kembali mengembun.
“Dia papa buruku…” ucap Sinta kemudian. Embun di mata Bunga pun kian berguguran menoreh hatinya yang semakin terluka.